Konvensi PBB Tentang Hukum Laut untuk Kedaulatan Indonesia

Konvensi PBB Tentang Hukum Laut untuk Kedaulatan Indonesia – Indonesia telah mengesahkan hukum domestiknya, UU No. 17 tahun 1985, dan meratifikasi Kesepakatan Hukum Laut PBB 1982 (1982,Unitted Nations Conventtion on the Law of the Sea). Konvensi tersebut berlaku penuh di perairan Indonesia dan perairan negara / kawasan yang telah meratifikasi konvensi tersebut.

Konvensi PBB Tentang Hukum Laut untuk Kedaulatan Indonesia

oceanlaw – Bagi masyarakat Indonesia, konvensi ini sangat berarti karena menjadikan Indonesia diakui secara hukum sebagai negara kepulauan oleh semua negara di dunia, dengan zona ekonomi eksklusif 200 mil laut, lebar laut teritorial 12 mil, dan yang terpenting, satu pulau dan satu pulau., pulau lain tidak memiliki perairan bebas atau perairan internasional.

Terdapat banyak permasalahan dalam hukum maritim internasional, terutama batas laut antar negara, perikanan dan kepemilikan pulau-pulau perbatasan. Permasalahan tersebut di atas seringkali menimbulkan perselisihan antar negara, sehingga permasalahan tersebut dibawa ke Mahkamah Internasional, bahkan ada yang bermuara pada konflik bersenjata.

Oleh karena itu, diharapkan dengan berpedoman pada ketentuan United Nations Law of Sea Commission tahun 1982, kami berharap semua negara dapat menyelesaikan masalah tersebut sesuai dengan hukum maritim internasional yang berlaku, dalam hal ini United Nations Law. dari Sea Commission pada tahun 1982.

Dihimpun dari perpustakaan.kasn, Indonesia memiliki dasar hukum yang kuat untuk mempertahankan kedaulatannya atas perairan Natuna. Di sisi lain, Indonesia dengan tegas menentang klaim historis China atas Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) di perairan Natuna. Dalam keterangan resmi Kementerian Luar Negeri RI, ada tiga poin utama.

Pertama-tama, klaim historis Tiongkok bahwa nelayan Tiongkok telah aktif di perairan ini dalam waktu yang lama bersifat sepihak dan tidak memiliki dasar hukum. Hal tersebut tidak pernah diakui oleh Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1982. Arbitrase Laut China Selatan 2016 Keputusan pengadilan atas argumen ini Ada diskusi dan sanggahan.

Indonesia juga menolak apa yang disebut China sebagai istilah “perairan yang relevan” karena istilah itu tidak diketahui dan tidak sesuai dengan Konvensi Hukum Laut 1982. Dalam “Convention on the Law of the Sea” tahun 1982, Indonesia dan China tidak memiliki klaim yang tumpang tindih, sehingga mereka percaya bahwa dialog tentang tata batas laut tidak relevan.

Baca juga : 2 Unit KAL 28M Siap Menegakkan Hukum di Laut

Dari pernyataan resminya terlihat jelas bahwa pemerintah Indonesia menggunakan landasan hukum internasional yang lazim disebut United Nations Convention on the Law of the Sea.

Apa sebenarnya “Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut” itu? Ini adalah singkatan dari “United Nations Convention on the Law of the Sea” (UNCLOS), yang sering disebut sebagai “United Nations Convention on the Law of the Sea.

Indonesia telah meratifikasi konvensi tersebut melalui UU No. 16. 17 Juli 1985. Sejak saat itu, Indonesia secara resmi bergabung dengan rezim “Konvensi Hukum Laut” tahun 1982. Konvensi ini sangat berarti karena konsep negara kepulauan yang telah diperjuangkan Indonesia selama 25 tahun telah berhasil diakui secara resmi oleh dunia internasional.

The “United Nations Convention on the Law of the Sea” adalah hasil dari Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut dari tahun 1973 hingga 1982. Sejauh ini, setidaknya 158 negara, termasuk Uni Eropa, telah mengumumkan aksesi mereka ke konvensi tersebut.

Menurut “Deklarasi Juanda” tanggal 13 Desember 1957, pengakuan internasional formal ini mewujudkan kesatuan teritorial. Kepulauan Indonesia sebagai entitas politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan tidak lagi terbatas pada klaim sepihak pemerintah Indonesia.

Negara kepulauan yang diatur dalam “Konvensi Hukum Laut” 1982 adalah negara yang seluruhnya terdiri dari satu atau lebih gugusan kepulauan, yang dapat mencakup pulau-pulau lain. Negara kepulauan dapat menggambar garis dasar kepulauan yang lurus, menghubungkan titik terluar pulau dengan terumbu terluar nusantara.

Ketentuan konvensi tersebut antara lain Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia yang terletak di perairan Natuna Utara. Kali ini, kapal China berani kembali melakukan aktivitas pertambangan tanpa izin. Bukan hanya tanpa izin, tapi juga ngotot menuntut hak eksploitasi secara sepihak di sana. Klaim yang belum diakui oleh hukum internasional.

Penguatan wilayah laut Indonesia yang diatur dalam Konvensi Hukum Laut 1982 juga diperkuat dengan UU No. 16. No. 32 tahun 2014, melibatkan Korps Marinir.

Undang-undang ini menjadikan Deklarasi Juanda 1957 dan Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa 1982 menjadi salah satu momen penting, sekaligus menjadi pilar yang memperkuat kehadiran Indonesia sebagai negara. Dua momen lainnya adalah “Sumpah Pemuda” 1928 dan “Deklarasi Kemerdekaan” 17 Agustus 1945. Inilah mengapa persoalan kedaulatan atas perairan Natuna menjadi sangat penting bagi Indonesia.

Akademisi Angkat Bicara

Sigit Riyanto, guru besar hukum internasional Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, menegaskan bahwa United Nations Convention on the Law of the Sea telah diterima oleh semua negara anggota PBB. Dia mengatakan kepada Hukumonline: “Semua negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa telah menerima” Konvensi Hukum Laut “karena konvensi tersebut telah diakui oleh banyak negara dan karena itu mulai berlaku.”

Dia menjelaskan bahwa “Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa 1982” adalah syarat suatu negara untuk mengklaim wilayah. Hal ini dicapai melalui perundingan bilateral dan multilateral antara negara-negara yang bersangkutan, dan dituangkan dalam kesepakatan tertulis.

Pasal 48 UNCLOS menetapkan kekuasaan dan hak suatu negara di UNCLOS. Atip Latipulhayat, Guru Besar Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, menegaskan kedaulatan Indonesia di kawasan ekonomi eksklusif berdasarkan Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1982 di Natuna Utara.

Indonesia menyatakan terikat dengan Konvensi Hukum Laut 1982 yang menjadi dasar perlindungan hak-hak Indonesia sebagai negara kepulauan. Atip mengatakan, itu termasuk Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia sepanjang 200 mil.

Atipu menegaskan, upaya-upaya yang bisa dilakukan Indonesia akan terefleksi secara efektif di kawasan ekonomi eksklusif. Karena zona ekonomi eksklusif itulah yang disebut kedaulatan.

Kedaulatan bertujuan untuk mengeksplorasi, mengembangkan, mengelola, dan melestarikan sumber daya alam hayati dan mati di perairan serta kegiatan lain untuk eksplorasi ekonomi dan pengembangan kawasan, seperti pemanfaatan air, aliran air, dan energi angin untuk menghasilkan tenaga listrik.

Ia mengakui terdapat perbedaan antara wilayah kedaulatan perairan Indonesia dengan kedaulatan Indonesia di kawasan ekonomi eksklusif. Oleh karena itu, kejahatan semacam itu yang dilakukan oleh Tiongkok tidak berada dalam yurisdiksi Mahkamah Internasional.

Salah satunya dengan selalu mengedepankan keberadaan nyata Indonesia di perairan Natuna Utara. Mengenai konsekuensi pelanggaran yang dilakukan oleh China, Pasal 111 Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1982 tentang Hukum Laut mengatur hal ini.

Baca juga : Pembangunan Jalan Raya Perbatasan Indonesia-Malaysia

Memiliki hak atas mekanisme pengejaran. “Indonesia berhak mengeluarkannya dari zona ekonomi eksklusif. Ia mengatakan:“ Jangan beri kesempatan bernegosiasi. Ini jelas hak Indonesia.

Menurut Atip, status Indonesia sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB sudah cukup untuk menjunjung tinggi komitmennya terhadap hukum internasional. Selain itu, China sebenarnya adalah anggota tetap Dewan Keamanan dan harus memberi contoh untuk memastikan perdamaian dan keamanan internasional.

Dia berkata: “Indonesia tidak boleh dilunakkan karena kepentingan ekonominya dengan China. Jika tidak mematuhi hukum, semuanya akan dirugikan.”

Atip membedakan situasi di Indonesia dengan situasi di Filipina yang masih bermasalah dengan perbatasan zona ekonomi eksklusif. Menurut United Nations Convention on the Law of the Sea tahun 1982, tidak boleh ada celah yang memungkinkan Indonesia untuk melunakkan kedaulatannya atas perairan Natuna Utara.

Exit mobile version